Ulos Batak

Mau tidak mau, orang batak identik dengan ulos, karena kemanapun seorang batak pergi ulos adalah kelengkapan yang tidak dapat ditinggalkan. Padahal arti dari ulos itu sendiri adalah untuk menghangatkan, tetapi disiang hari bolong yang panas pun dalam acara adat batak, ulos menjadi perlengkapan yang tampil menjadi pusat perhatian para hadirin.

Ada banyak benda warisan para leluhur yang memiliki cita rasa seni yang tinggi, memiliki philosofi dalam yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat batak. Seperti Rumah Batak, Piso Halasan, Tunggal Panaluan dan lain sebagainya. Namun tidak semua lapisan masyarakat dapat memiliki dan menggunakannya, tidak seperti ulos dimanapun dapat melekat bagi setiap orang, tua muda, kaya miskin bahkan bagi orang yang meninggal sekalipun.

Ulos dapat menjadi pengantara doa berkat seseorang kepada yang diulosi, sebagaimana musa mengacungkan tongkat membelah laut teberau. Tuhanlah yang membelah laut Teberau, sedangkan tongkat Musa sebagai simbol permohonan. Demikian juga ketika seseorang mangulosi, ulos menjadi tanda permohonan dan berkat Tuhanlah yang membuat damai sejahtera.

Ditengah Era 4.0 yang penuh sesak dengan jaring informasi, ada banyak hal yang menghadang adat dan budaya dengan tumpukan pikiran praktis. Bahkan mengkebiri budaya dengan alasan kuasa gelap. Membiarkan generasi muda tidak tau dan tidak mengerti adat yang harus dijunjung tinggi. Apakah kita harus menyesal pada saat menyadari kebanggaan mereka hanya pada kurva pendapatan yang meningkat ditengah saudaranya yang lemah dengan pandangan dingin tanpa kasih sayang.

Semoga didalam generasi muda batak ada kebanggaan para pemuda mempelajari adatnya, ada orang tua yang mengajarkan budaya menjadi guru dan teladan bagi anak-anaknya. Menjadi Batak seutuhnya, yang tau letak duduknya dalam acara adat batak, tahu apa yang dikerjakan dan tau apa tanggung jawabnya maka dia telah mampu disebut “Manjujung Baringinna”. Yaitu batak seutuhnya, semoga.