Marga Siregar Salak Bergabung Dalam Pasukan Padri
PERJALANAN PANJANG SIREGAR XI
Dengan membonceng Pasukan Paderi, ribuan marga Siregar Salak siap menjalankan “Sumpah Togar Natigor Siregar” yang di ucapkan Tujuh Belas generasi sebelumnya.
Pada Tahun 1816 ada 3000 orang marga Siregar Salak bergabung di dalam Kavalery Padri Tuanku Maga, yang terdiri atas tiga Satuan Batalion yang di pimpin :
- Onggang Siregar
- Poroman Siregar dan
- Parlindungan Siregar.
Dua Satuan Batalion lain yang terdiri atas Marga Siregar dari Sipirok, tergabung dalam Kavalery Padri Achmad Bin Baun Siregar.
Pertama kalinya setelah tujuh belas generasi, menyeberangi sungai kecil Aek Simandoras yang merupakan batas antara tanah batak utara dengan tanah batak Selatan. Menyeberangi Aek Simandoras berarti menantang kekuasaan Dynasti Sisingamangaraja.
Tanpa izin Tuanku Maga, mulai menyerang Kampung Pinarung Pangaribuan membantai Marga Siregar Sormin mengapa ? hanya karena salah satu Istri dari Sisingamangaraja adalah boru Sormin sehingga marga Siregar Sormin dianggap penghianat.
Untuk melindungi Hula-hulanya Siregar Sormin, datang marga Gultom dari Batunadua Pangaribuan dengan lima ribu unit kavalery tanpa rasa takut dibawah komando Raja Uwalan Gultom serta Raja Pareme Gultom.
Namun seluruhnya mati pahlawan, menghadapi batalion Onggang Siregar dan Poroman Siregar yang telah mendapatkan pelatihan militer dari pasukan paderi.
Di Batunadua dan di Batumanumpak Pangaribuan, pasukan mendapat banyak harta rampasan berupa emas dan permata. Ternyata Marga-marga Gultom ditempat itu sangat kaya raya, karena turun temurun menguasai perdagangan kuda di Parausorat Sipirok dan Rantauprapat Sumatra Timur.
Kavalery Batalion Parlindungan Siregar bergerak menuju Kampung Baringin Humbang, dimana Marga Sihombing pernah merubah nama Baringin menjadi Lobu Siregar yang sangat menghina.
Tidak terelakkan Raja Galinggang Sihombing yang merupakan keturunan langsung dari Raja Andalu Sihombing beserta tujuh ribu orang anak buahnya mati pahlawan.
Anak-anak buah Raja Poroman Siregar tidak membumi hangus dataran tinggi Humbang dengan syarat, semua marga Sinambela yang merupakan keturunan Sisingamangaraja ke I hingga ke VII diserahkan kepada mereka.
Diserahkan seratus empat puluh tujuh orang marga Sinambela, semua matanya dicungkil dan dijadikan sebagai sasaran dalam latihan perang, memancung dari atas kuda.
Belakangan Tuanku Maga menyadari anak buahnya begitu bersemangat melakukan pembantaian sampai habis diluar perintahnya, padahal mereka butuh orang-orang yang cekatan dalam berkuda untuk direkrut menjadi pasukan.
Ketiga pimpinan batalion di kumpulkan dan diberi arahan oleh Tuanku Maga di Sipahutar Humbang, agar tidak menghabisi orang yang sudah ditaklukkan, masih untung mereka tidak diturunkan pangkatnya menjadi pasukan peluncur tombak.
Maka tertolonglah duapuluh tiga orang putri Sinambela yang sudah ditawan belum sempat dicungkil matanya, mereka dilindungi oleh Tuanku Maga dan dijadikan pekerja didapur umum pasukan.
Nantinya setelah Tentara Padri keluar dari tanah Batak Utara, mereka dianggap sebagai penghianat dinasty Sisingamangaraja turun temurun.