Tarombo
“Tinitip sanggar baen huru-huruan,
Jolo sinungkun marga, asa binoto partuturan”.
Bagi masyarakat batak, Tarombo atau silsilah memiliki arti yang sangat penting dalam tataran kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan tingginya norma kesopanan adat bertutur sapa dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh penyebutan “raja” disampaikan kepada seseorang yang dituakan yang memiliki arti penghormatan yang setingi-tingginya. Bahkan juga sebagai penghormatan kepada perwakilan salah satu bagian dari kelompok dalihan na tolu.
Ada daerah yang tidak dapat saling bertegur sapa dan saling berbincang sebelum saling membuka tarombo atau silsilahnya masing-masing. Tentunya mereka memiliki dasar dan alasan : “Sise mula hata, sungkun mula uhum“. Ketika pertama kali bertegur sapa dapat diketahui niatnya, dan ketika dilanjutkan dengan bertanya akan marga, pastinya akan diikuti dengan hukum bertutur sapa sesuai adat yang sudah dilaksanakan turun temurun.
Seorang pejabat sekalipun, harus memberi penghormatan yang layak ketika berhadapan dengan seseorang yang memiliki tutur marga sebagai hula-hulanya. Demikian juga ketika bertutur dengan saudara semarga yang memiliki silsilah yang lebih tinggi. Wajiblah memberi salam hormat lebih dulu, sebagai penghormatan kepada yang lebih tua dalam urutan silsilah.
Dihadapkan dengan situasi saat ini, dimana kerasnya kehidupan menuntut tiap pribadi berusaha untuk memampaatkan waktu, kesempatan dan pengetahuan sebesar-besarnya untuk meraih kesejahteraan yang diimpikan. Masihkah ada kesempatan bagi kita untuk mempelajari tarombo atau silsilah ? Demikian juga dengan anak-anak yang suatu saat mengganti posisi kita, mampukah mereka meneruskan tradisi ini?
Belum lagi munculnya permasalahan tarombo yang berbeda antara satu dengan yang lain, menambah kompleksnya mendirikan adat dan budaya di tengah arus lingkaran kehidupan di tengah kota jadetabek. Kerasnya watak “orang batak” sudah dikenal diseantero nusantara bahkan dunia, terkadang membuat panik orang disekitarnya. Walaupun harus diakui sisi positip kekuatan itu adalah berani berbicara besar, karena benar. Sementara sisi negatifnya, apa yang disampaikan belum tentu benar bagi orang lain, sehingga kegaduhan terkadang menghadang didepan pintu penyelesaian.
Maka ada baiknya dengan membawa masing-masing tarombo dan didiskusikan dengan baik, mudah-mudahan ada titik terang saling merubah dan memperbaiki tarombo yang ada. Namun ada juga yang bertahan dengn tarombonya, karena menganggap itu amanat pusaka keluarga yang sudah dituliskan oleh orang tua atau kakek dan nenek yang sudah meninggal. Tentunya ini bukan menjadi penghambat untuk tetap menjalin hubungan yang harmonis diantara individu. Sehingga komitment untuk saling membantu dan menguatkan dalam punguan Gultom Hutatoruan sejadetabek tetap berjalan baik.